Pengikut

blog kuu (Ngatemi) facebook

Jumat, 20 Juni 2014

Kawinlah Selagi Muda


     Ini sekedar saran. Bisa juga sebuah ajakan. Ya, kawinlah selagi anda muda, setelah mampu memberi nafkah tentunya. Mampu secara lahir dan batin. Tetapi ingin saya tambahkan bahwa kemampuan dalam pemberian nafkah saja tidak cukup. Butuh keberanian. Berani bersikap dewasa untuk menetapkan saatnya kawin atau menikah. Berapa banyak orang yang sehat jasmani dan berlimpah harta tetapi menikah diusia tua. Kecukupan materi tetapi kawin hanya sekedar mimpi. Dan tentu saja dengan alasan yang terkesan klise, belum ada yang cocok, jodoh ditangan Tuhan, mengatur diri sendiri saja sulit dan seabrek alasan lainnya.
     Judul posting ini terinspirasi ketika ceting dini hari jam 01.30 wib, Saudaraku Cumi yang katanya mau menikah bulan Desember ini tidak mempunyai ide untuk posting. Saya katakan padanya, justru rencana pernikahan itu bahan posting yang menarik. Tetapi malah dia berbalik, saya saja yang posting tentang pernikahannya. Dalam batin, siapa takut. Postingan ini juga terinspirasi oleh adikku Iman dan Harmanto yang mengangkat tema tentang Syeh Puji dengan pernikahannya dengan seorang gadis belia.
Saya tidak ingin menyampaikan sesuatu yang membikin kening mengkerut untuk memahami saran kawin selagi muda ini. Saya tidak akan menyampaikan dalil aqli dan naqli tentang indahnya pernikahan dini di usia muda. Sudah banyak buku membahasnya. Banyak pakar yang secara jelas dan tegas menyampaikan itu. Tetapi saya akan menceritakan 2 orang kawan junior saya, bagaimana mereka berani dan secara dewasa memilih menikah di usia muda.
Dua orang kawan ini memang junior saya. Ketika mereka memutuskan menikah rata-rata mereka baru berumur 22 tahun. Mereka berstatus mahasiswa satu almamater tetapi jauh dibawah saya. Dan istri-istri mereka, juga masih mahasiswi. Bisa anda bayangkan, bagaimana pasangan muda ini yang masih berstatus mahasiswa, tetapi berani dengan tekad kuat untuk membangun rumah tangga. Orang bilang, mereka nekat. Kalau saya bilang, mereka jantan dan dewasa mendahului umurnya.
***********************
     Suatu ketika, ayahnya Sono (1 dari 2 orang junior tadi) meminta kepada saya untuk ikut membujuk Sono agar tidak menikah ketika usianya masih belia. Apalagi masih berstatus mahasiswa. Ayah Sono berasumsi dengan kedekatan dan persabatan kami, mungkin bisa melunakkan hatinya agar tidak menikah muda. Saya berusaha berbicara dengan Sono untuk mengetahui seberapa kuatnya tekadnya menikah. Ternyata tekadnya lebih besar dari dugaanku. Motivasinya jelas, tidak mau pacara sebelum menikah, tidak mau terjebak zina, dan siap apapun resiko dari pernikahan itu. Bahkan mereka (Sono dan calonnya) siap berpisah dari orang tua begitu ijab kabul ditunaikan.
     Saya benar-benar tidak mengerti waktu itu. Bagaimana mereka mau menikah, status masih mahasiswa, penghasilan tidak ada karena memang belum bekerja. Bagaimana mau menafkahi keluarganya, tetapi dia yakin mampu menafkahi keluarganya. Tekadnya sudah tidak terbendung lagi. Sementara aku selalu ingat dengan permintaan orang tua Sono. Saya mencoba cari jalan tengah. Saya katakan kepada Sono, agar menunda menikah hingga dia dapat pekerjaan. Minimal pekerjaan itu mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Jika dia telah mampu menafkahi dirinya sendiri, yakinlah istrimu nanti juga membawa rezekinya sendiri sehingga kalian bisa tercukupi kebutuhannya. Tetapi jika Sono sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri bagaimana mau menafkahi anak dan istri.
     Asumsi saya waktu itu, jika Sono benar-benar bekerja maka orang tuanya akan mengizinkan menikah karena memang tekadnya sudah sulit terbendung. Karena pada dasarnya, orang tua Sono tidak berkeberatan menikahkannya dengan syarat dia mampu menafkahi keluarganya dan kuliahnya tidak boleh berantakan atau putus ditengah jalan. Saran ini rupanya diterima oleh Sono dan orang tuanya.
Allah memang Maha Mendengar. Tidak seberapa lama, Sono diterima sebagai asisten dosen (instruktur) dengan mendapat honor yang cukup. Maka niat menikah itu pun tidak berapa lama dilangsungkan. Sono dan istrinya juga hidup terpisah dengan orang tua mereka. Mereka benar-benar konsisten dengan apa yang diyakini sebelum menikah. Menikah muda dan kuliah pun lulus tepat pada waktunya. Sampai saat ini, saya hanya mendengar kebahagiaan keluarga muda ini.
***********************
     Tidak sampai satu tahun pernikahan Sono, juniorku yang lain Ahmad menyampaikan hal yang sama. Menikah!. Saya sempat terucap kepada yunior-yuniorku ini, bahwa tekad mereka bukan karena mengikuti jejakku yang telah menikah duluan. Mereka hanya menjawab, sesuatu yang baik dan benar apa salahnya jika dilanjutkan.
     Jika dilihat dari ceritanya sama. Ahmad masih mahasiswa, belum bekerja dan calon istrinya juga mahasiswi kampus yang sama. Modusnya juga sama, tidak mau pacaran sebelum nikah, menghindari zina, Allah pasti menunjukkan jalan bagi hambaNya yang menempuh jalanNya. Wah, susah dilawan, kalau sudah punya ideologi seperti ini. Meskipun awalnya aku agak ragu dengan qhiroh (semangat) semacam ini, tetapi bukti-bukti itu benar adanya. Saya telah melihat dan merasakannya.
     Tetapi untuk kasus Ahmad, pertentangan dari kedua belah orang tuanya cukup berat. Sehingga perjuangan untuk meyakinkan mereka pun butuh perjuangan yang ekstra. Langkah yang diambilnya pun sama, Ahmad harus berusaha mencari pekerjaan agar mampu menafkahi keluarganya kelak. Pertanyaannya, seberapa banyak perusahaan yang mau menerima anak ingusan masih mahasiswa belum berpengalaman bekerja?. Tak hilang akal, karena Ahmad ikut terlibat dalam kegiatan EO-ku, saya mengeluarkan Surat Referensi bahwa Ahmad pernah bekerja di Event Organizer milikku. Dengan bekal itu, Ahmad tanpa lelah melamar pekerjaan. Sekali lagi, mental pejuang dan tekad yang kuat akan membuahkan hasil. Ahmad pun diterima di salah satu perusahaan.
     Dan benar, tidak lama setelah Ahmad bekerja, dia melamar calon istrinya. Pernikahan pun berlangsung dengan lancar. Mereka hidup mandiri, menikah muda dan kuliah selesai meskipun agak terlambat. Sampai saat sekarang kedua pasangan muda ini sering bersilaturahmi ke rumah. Bahagia benar melihat keluarga mereka. Muda tetapi dewasa dalam bersikap. Mandiri dan tidak pernah menyerah. Pernikahan muda mereka, tidak menjadi halangan untuk meraih kebahagian hidup bersama keluarga mereka. Soal harta dan kekayaan, jangan tanyakan itu. Mereka merasa lebih dari cukup dengan apa yang diperolehnya sekarang.
***********************
     Ini fakta, bukan rekayasa. Orangnya nyata, peristiwanya ada. Sehingga kepada Cumi atau anak muda lainnya, kawinlah selagi muda. Percayalah, masa muda itu tidak akan terenggut kebahagiaanya hanya karena menikah belia. Kalau ada orang bilang muda foya-foy, tua kaya raya dan mati masuk surga, itu hanya impian belaka. Tetapi, kawin selagi muda (setelah mampu) akan membawa bahagia. Ini bukan masalah siap atau tidak siap, tetapi berani atau tidak. Iya, berani bersikap dewasa, karena menikah itu bukti kedewasaan manusia. Ada kalimat yang selalu kupegang: tua itu pasti, dewasa itu pilihan!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar